Jumat, 13 Januari 2012

EKSISTENSI PADI

Beras adalah jenis tanaman yang dikonsumsi oleh du pertiga penduduk dunia. Oleh karena itu diperlukan produktivitas pada dalam jumlah yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Indonesia sebagi salah satu negera dengan penduduk terbesar dunia dan hampir semua penduduknya memakan beras dituntun untuk menghasilkan padi dalam jumlah yang besar pula

Kamis, 05 Januari 2012

TEKNIS BUDIDAYA PADI BIASA



Produksi gabah padi di Indonesia rata-rata 4 - 5 ton/ha. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya membantu tercapainya ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produksi padi berdasarkan asas kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ).

SYARAT TUMBUH
Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur
19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 - 7.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
A.Benih
Dengan jarak tanam 25 x 25 cm per 1000 m2 sawah membutuhkan 1,5-3 kg. Jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50-60 gr/m2. Perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam adalah 3 : 100, atau 1000 m2 sawah : 3,5 m2 pembibitan
B.Perendaman Benih
Benih direndam POC NASA dan air, dosis 2 cc/lt air selama 6-12 jam. tiriskan dan masukkan karung goni, benih padi yang mengambang dibuang. Selanjutnya diperam menggunakan daun pisang atau dipendam di dalam tanah selama 1 - 2 malam hingga benih berkecambah serentak.
C.Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 3 - 5 cm. Setelah bibit berumur 7-10 hari dan 14-18 hari, dilakukan penyemprotan POC NASA dengan dosis 2 tutup/tangki.
D. Pemindahan benih
Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 21-40 hari, berdaun 5-7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, tidak terserang hama dan penyakit.
F. Pemupukan
Pemupukan seperti pada tabel berikut, dosis pupuk sesuai dengan hasil panen yang diinginkan. Semua pupuk makro dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis.
Khusus penggunaan Hormonik bisa dicampurkan dengan POC NASA kemudian disemprotkan ( 3-4 tutup NASA + 1 tutup HORMONIK /tangki ). Hasil akan bervariasi tergantung jenis varietas, kondisi dan jenis tanah, serangan hama dan penyakit serta

TABEL PENGGUNAAN POC NASA DAN SUPERNASA

Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk
Olah Tanah (kg)
14 hari ( kg )
30 hari ( kg )
45 hari ( kg )
60 hari ( kg )
Urea
36,5
9
9
9
9
ZA
3,5
1
1
1
1
SP-36
6,5
1,5
1,5
1,5
1,5
KCl
20
5
5
5
5
Dolomit
13
3
3
3
3
SPR NASA
2 botol ( siram)
2 botol ( siram)
-
-
-
Catatan : Dosis produksi padi 1,2 – 1,7 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen


Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk
Olah Tanah (kg)
10–14 hari ( kg )
25–28 hari ( kg )
42–45 hari ( kg )
Urea
12
6
6
6
SP-36
10
50
-
-
KCl
-
-
7
8
SPR NASA
1 botol (siram)
5
5
5
POC NASA
-
4-5 ttp/tgk (semprot)
4-5 ttp/tgk (semprot)
4-5 ttp/tgk (semprot)
Catatan : Dosis produksi padi 0,8 – 1,1 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen

Waktu Aplikasi
Jenis Pupuk
Olah Tanah (kg)
10–14 hari ( kg )
25–28 hari ( kg )
42–45 hari ( kg )
Urea
10
4,5
4
4
SP-36
11,5
-
-
-
KCL
-
-
5
6,5
POC NASA
20-40 ttp (siram)
4-8 ttp/tgk (semprot)
4-8 ttp/tgk (semprot)
4-8 ttp/tgk (semprot)
HORMONIK
-
-
1 ttp/tgk campur NASA
1 ttp/tgk campur NASA
Catatan : Dosis produksi padi 0,8 – 1,1 ton/ 1000 M2 Gabah Kering Panen



Cara Penggunaan SUPER NASA & POC NASA
1. Pemberian SUPER NASA dengan cara dilarutkan dalam air secukupnya kemudian disiramkan ( hanya disiramkan)
2. Jika dengan POC NASA dicampur air secukupnya bisa disiramkan atau disemprotkan.
3. Khusus SP-36 bisa dilarutkan SUPER NASA atau POC NASA, sedang pupuk makro lainnya disebar secara merata.
G. PENGOLAHAN LAHAN RINGAN
Dilakukan pada umur 20 HST, bertujuan untuk sirkulasi udara dalam tanah, yaitu membuang gas beracun dan menyerap oksigen.
H.PENYIANGAN
Penyiangan rumput-rumput liar seperti jajagoan, sunduk gangsir, teki dan eceng gondok dilakukan 3 kali umur 4 minggu, 35 dan 55.
I. PENGAIRAN
Penggenangan air dilakukan pada fase awal pertumbuhan, pembentukan anakan, pembungaan dan masa bunting. Sedangkan pengeringan hanya dilakukan pada fase sebelum bunting bertujuan menghentikan pembentukan anakan dan fase pemasakan biji untuk menyeragamkan dan mempercepat pemasakan biji.
J. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
· Hama putih (Nymphula depunctalis)
Gejala: menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Pengendalian: (1) pengaturan air yang baik, penggunaan bibit sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun; (2) menggunakan BVR atau Pestona · ·Padi Thrips (Thrips oryzae)
Gejala: daun menggulung dan berwarna kuning sampai kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah tidak berisi. Pengendalian: BVR atau Pestona.
· Wereng penyerang batang padi: wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), wereng padi berpunggung putih (Sogatella furcifera) dan Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N. impicticep).
Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi dan dapat menularkan virus. Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tanaman seperti terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1) bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, IR 48, IR- 64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemprotan BVR
· Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Menyerang buah padi yang masak susu. Gejala buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan bulir padi berbintik-bintik hitam.
Pengendalian: (1) bertanam serempak, peningkatankebersihan, mengumpulkan dan memusnahkan telur, melepas musuh alami seperti jangkrik, laba-laba; (2) penyemprotan BVR atau PESTONA
· Kepik hijau (Nezara viridula)
Menyerang batang dan buah padi. Gejala: pada batang tanaman terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan dan pertumbuhan tanaman terganggu. Pengendalian: mengumpulkan dan memusnahkan telur-telurnya, penyemprotan BVR atau PESTONA
· Penggerek batang padi terdiri atas: penggerek batang padi putih (Tryporhyza innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu (Sesamia inferens). Menyerang batang dan pelepah daun. Gejala: pucuk tanaman layu, kering berwarna kemerahan dan mudah dicabut, daun mengering dan seluruh batang kering. Kerusakan pada tanaman muda disebut hama "sundep" dan pada tanaman bunting (pengisian biji) disebut "beluk". Pengendalian: (1) menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong mati, membakar jerami; (2) menggunakan BVR atau PESTONA
· Hama tikus (Rattus argentiventer)
Menyerang batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala: adanya tanaman padi yang roboh pada petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman. Pengendalian: pergiliran tanaman, tanam serempak, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami seperti ular dan burung hantu, penggunaan NAT (Natural Aromatic).
· Burung
Menyerang menjelang panen, tangkai buah patah, biji berserakan. Pengendalian: mengusir dengan bunyi-bunyian atau orang-orangan.
· Penyakit Bercak daun coklat
Penyebab: jamur Helmintosporium oryzae.
Gejala: menyerang pelepah, malai, buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah mati. Pengendalian: (1) merendam benih di air hangat + POC NASA, pemupukan berimbang, tanam padi tahan penyakit ini.
· Penyakit Blast
Penyebab: jamur Pyricularia oryzae. Gejala: menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai. Daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk.
Pemasakan makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah, menanam varitas unggul Sentani, Cimandiri IR-48, IR-36, pemberian pupuk N di saat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2) pemberian GLIO di awal tanam
· Busuk pelepah daun
Penyebab: jamur Rhizoctonia sp. Gejala: menyerang daun dan pelepah daun pada tanaman yang telah membentuk anakan. Menyebabkan jumlah dan mutu gabah menurun. Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit (2) pemberian GLIO pada saat pembentukan anakan
· Penyakit Fusarium
Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda menjadi kecoklatan, daun terkulai, akar membusuk. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih + POC NASA dan disebari GLIO di lahan
·Penyakit kresek/hawar daun
Penyebab: bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae) Gejala: menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati.  Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR 46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2) pengendalian diawal dengan GLIO
· Penyakit kerdil
Penyebab: virus ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek, sempit, berwarna hijau kekuning-kuningan, batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dengan memusnahkan tanaman yang terserang ada mengendalikan vector dengan BVR atau PESTONA.
· Penyakit tungro
Penyebab: virus yang ditularkan oleh wereng hijau Nephotettix impicticeps. Gejala: menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang, pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi. Pengendalian: menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 dan mengendalikan vektor virus dengan BVR.

K. PANEN DAN PASCA PANEN
·Panen dilakukan jika butir gabah 80 % menguning dan tangkainya menunduk

· Alat yang digunakan ketam atau sabit
· Setelah panen segera dirontokkan malainya dengan perontok mesin atau tenaga manusia
· Usahakan kehilangan hasil panen seminimal mungkin
Setelah dirontokkan diayaki (Jawa : ditapeni)
· Dilakukan pengeringan dengan sinar matahari 2-3 hari
· Setelah kering lalu digiling yaitu pemisahan gabah dari kulit bijinya.
· Beras siap dikonsumsi.

Rabu, 04 Januari 2012

BUDIDAYA DAN KEUNGGULAN PADI ORGANIK METODE SRI (System of Rice Intensification)

Inovasi metode SRI

SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara
mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.
    Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI  telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif. SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun  1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha,    beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan  diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi  dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.  

Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI

    1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih
        berdaun 2 helai
    2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang
    3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar
        tidak putus dan ditanam dangkal
   4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah   (Irigasi berselang/terputus)
    5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
    6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)

Keunggulan metode SRI

  1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan airmax 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai  tanah         retak ( Irigasi terputus)
  2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak       memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
     3.    Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal
     4.    Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
 5.    Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan     pupuk     organik (kompos, kandang dan Mikro-oragisme Lokal), begitu juga penggunaan       pestisida.

Teknik Budidaya Padi Organik metode SRI

    1. Persiapan benih
        Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk
        menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung.
        Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut.
        Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan
        dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organik (1:1) di
        dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm (pipiti). Selama 7 hari. Setelah umur 7-10 hari
        benih padi sudah siap ditanam

    2. Pengolahan tanah
        Pengolahan tanah Untuk Tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan
        tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah
        yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu
        sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur.
        Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

   3. Perlakuan pemupukan
       Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan
       unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama
       setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan
       sampai 2 musim taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa
       berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap
       pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

  4.  Pemeliharaan
       Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup
       dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah
       pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi organik dapat dilakukan
       sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air ratarata
      1cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan
       tanaman tidak digenangi. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan
       berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang. Pada saat tanaman
       berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali
       sampai panen.
       Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi
       dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida
       nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik

Hasil panen pada metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya
(metode konvensional) dan terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organik dan kesehatan tanah. Beras organik yang dihasilkan dari sistem tanam di musim pertama memiliki harga yang sama dengan beras dari sistem tanam konvesional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belum tergolong organik, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim tanam sebelumnya. Dan untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode SRI secara berturut-turut, maka sampai musim ke 3 akan diperoleh beras organik dan akan memiki harga yang lebih tinggi dari beras padi dari sistem konvensional.


Manfaat Sistem SRI

   Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut
1.      Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara
          konvensional
2.      memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah
   3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang  langka
     4. membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan
         pendapatan keluarga petani
     5. menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu
         kimia
     6. mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang

KESIMPULAN
     Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi meningkat sampai 10 ton/ha, selain itu     karena tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia, tanah menjadi gembur, mikroorganisme     tanah meningkat jadi ramah lingkungan.
     Untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan dengan kebijakan pemerintah pusat     maupun daerah.




 (sumber : www.garut.go.id)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Premium Wordpress Themes